Sabtu, 31 Desember 2011

Nurturance (Pengasuhan)

Peran pengasuhan secara universal dibebankan kepada perempuan dan sekalipun juga merupakan sumber kekuatan utama perempuan. Dengan menggunakan kekuatan transformatif hubungan ibu-anak, etika feminis mengenai pengasuhan ini didasarkan pada dua prinsip, sbb:
1) bahwa kekuatan pengasuh harus mengobati dan kreatif, dan
2) bahwa hubungan tersebut harus mutual dan timbal balik.
Dalam The Reproduction of Mothering (1978) Nancy Chodorow mengeksplorasi dimensi psikologis dari fakta bahwa perempuan mengasuh dan laki-laki tidak. Dia mengatakan bahwa kualitas pengasuhan yang berhasil melekat kepada kepribadian perempuan. Bentuk-bentuk pengasuhan bisa menjadi cara baru mengorganisasikan masyarakat untuk mentransendensikan dualisme patriarkhi. Feminis sosialis menyatakan bahwa pengasuhan merupakan jenis kerja yang diabaikan oleh ekonomi politik tradisional. Hubungan sosial dari pengasuhan perempuan bertanggungjawab pada satu sisi atas penindasan dan pada sisi lain pada kekuatan potensial kita sebagai penyangga kultur radikal (Ferguson dkk, 1982).
Dolores Hayden menggambarkan kerja 'feminis materialis' yang mentransformasikan arsitektur dan lingkungan dalam bentuk pengasuhan (Hayden 1980a). 
Feminis Radikal menyatakan perempuan harus mengasuh diri sendiri sebagaimana juga ia mengasuh orang lain. Misalnya Sally Gearhart (1978) mendefinisikan lesbian sebagai perempuan mencari pengasuh dirinya sendiri. Susan Grifin menyatakan perempuan yang mengasuh melekatkan perasaan dan cinta dalam dunia yang terletak di luar bahasa yang ada. Luce irigaray menyatakan dunia ini akan mendukung emosi yang menegaskan kehidupan. Perempuan akan kuat secara psikologis jika pengasuhan anak-anak di lakukan dalam ruang lingkup perempuan seperti matriarkhi atau dalam badan politik yang baru (Trebilcot, 1983). (Humm, M., Ensiklopedia Feminisme, 2002)

Nature Culture Debate (debat Alam - Budaya)

Inilah topik perdebatan kunci yang penting dalam teori feminisme yang terinspirasi dari esai karya Sherry Ortner, Is Female to male as nature is culture?, serta perdebatan yang merespon esai tersebut. Dalam karya esai tersebut, Ortner menegaskan bahwa perempuan secara universal dianggap menempati posisi sekunder terhadap posisi laki-laki. Dasar argumentasinya adalah karena adanya identifikasi yang bersifat umum dan simbolik bagi perempuan yang dikaitkan dengan alam, sementara laki-laki secara simbolik dan universal dikaitkan dengan budaya dan produknya. Menurut Ortner, tubuh perempuan menjadi lebih terlibat dari pada laki-laki dalam 'kehidupan spesies' yang menempatkannnya lebih dekat dengan alam (Ortner, 1974). Argumentasi Ortner ini mendapat banyak kritikan. Antara lain dari Nicole-Claude Mathieu (1978) yang menyatakan bahwa kedua jenis kelamin merupakan produk sosial atas relasi sosial. Menurut Mathieu, kita harus menemukan bahwa perempuan ada dalam suatu masyarakat dan satu diskursus/wacana. Brown dan Jordanova (1981) menyatakan bahwa kultur membuat perbedaan jenis kelamin menjadi variabel yang hampir tidak terbatas sehingga biologi tidak dapat menentukan peran perempuan. (Humm, M., Ensiklopedia Feminisme, 2002)

Kamis, 22 Desember 2011

Poligami


Poligami adalah salah satu tema pembahasan pokok dalam Kongres Perempuan I tanggal 22-26 Desember 1928 yang kemudian tanggal 22 Desember ditetapkan Soekarno sebagai hari Ibu tahun 1939. Dibawah ini Kutipan dari Soepinah Isti Kasiati dari majalah El Fadjar terbitan Perhimpunan Muslim Muda (Vrede-de Stuers, 2008, p. 159):

Jika saya harus menjawab pertanyaan apakah poligami menjamin sebuah perkawinan yang bahagia, saya harus menjawab tanpa takut ditentang: Tidak! Islam sendiri menawarkan poligami hanya sebagai ragam perkawinan yang diizinkan (tetapi tidak diwajibkan)..Karena itu saya yakin bahwa saya tidak menentang semangat Islam ketika saya mengekspresikan pendapat saya bahwa seseorang harus dengan segala cara menentang poligami seperti dilakukan di Negara kita hari iniTidak ada pertanyaan mengenai keadaan-keadaan yang meringankan..poligami tidak lain menjadi prostitusi terselubung. Cara terbaik untuk membenarkan poligami ada pada pendalaman studi Islam itu sendiri.
 
Perjuangan kaum perempuan pada masa pre dan post kemerdekaan tidak hanya berhadapan dengan kolonialisme dan nation building tetapi juga dengan adat istiadat dan keyakinan religiusnya, bahkan mereka sendiri harus berhadapan dengan sang kepala negara yang menjadi "role model" poligami di Indonesia. Tulisan Rocky Gerung ini menarik disimak tentang sikap Ibu Inggit terhadap pologami Soekarno.
http://jurnalperempuan.com/2011/12/perempuan-politik-dan-sejarah/

Rabu, 21 Desember 2011

Doko

Adalah pemberian mas kawin dalam perkawinan di Tonsea (Manado, Sulawesi Utara) berupa hadiah dari mempelai pria kepada mempelai wanita dan kerabatnya apabila wanita itu sebelumnya pernah menikah.

Burqa

Burqa adalah pakaian atau jubah berwarna hitam atau biru terang yang digunakan oleh perempuan Muslim di Timur Tengah untuk menutupi tubuhnya dari kepala sampai ke ujung kaki atau sedikit terbuka di daerah mata. Pakaian ini berbentuk longgar yang menutupi seluruh tubuh perempuan yang ditambah dengan cadar wajah.Cadar wajah yang dipakai umumnya berupa potongan kain semi transparan yang sisi bagian atasnya dijahit terkait dengan tudung kepalanya sehingga cadar menggantung ke bawah dari kerudung dan dapat dilepas jika pemakainya ingin memperlihatkan wajahnya. Ada juga dipakai model penutup mata yang bisa dibuka dari arah samping wajah. 


Balu

balu: Duda, laki-laki yang tidak beristri lagi karena cerai atau kematian istri.
balu (Bali): Janda
balu bunter: Janda yang mandul (Bali)
balu manis: janda yang belum berapa lama menikah (Bali).
balu mekabun: janda yang mempunyai anak perempuan (Bali).
balu mekarang: janda yang tidak dapat membutikan bahwa ia mempunyai anak lelaki (Bali)



Jumat, 16 Desember 2011

Tindakan Afirmatif

Adalah tindakan positif di luar dari cara-cara umum yang berlaku dalam suatu organisasi atau negara untuk menjamin bahwa tidak ada diskriminasi terhadap kelompok-kelompok minoritas seperti perempuan, orang kulit berwarna lain, orang cacat/kaum difabel, orang berusia lanjut, dll. Untuk melakukan tindakan afirmatif diperlukan strategi untuk mengatasi hambatan-hambatan institusional karena tindakan-tindakan diskriminatif dan prasangka yang terbawa dari masa lampau.  Tujuan utama dari tindakan afirmatif adalah untuk menciptakan akses bagi kaum perempuan dan kelompok minoritas di bidang pendidikan, pekerjaan, politik, dst yang sebelumnya tertutup pada mereka.

Sex Positive-Culture

Atau Budaya yang bersikap positif terhadap seksual yaitu budaya yang memandang seksualitas sebagai sesuatu yang secara inheren positif, sehat dan bagian dari hidup manusia. Dalam budaya ini seksualitas mempunyai hubungan dengan spiritualitas, terbuka dalam hal memberikan pendidikan seks antar generasi dan mengembangkan relasi seksual antara laki-laki dan perempuan relatif lebih egaliter.

Sex Negative Culture

Atau budaya yang berpandangan negatif terhadap seksualitas adalah budaya yang melihat seksualitas semata untuk reproduksi, memandang seksualitas sebagai yang jahat, kotor, memalukan; sehingga secara terbatas memberikan pendidikan seksual kepada generasi muda; serta sangat menekankan tingginya derajat rasa malu atau rasa bersalah yang berkaitan dengan seksualitas dan fungsi-fungsi seksual.

Androgini, Androlog, Andrologi, Andosentrisme,

Androgini:  kepemilikan organ kedua perkembangbiakan jantan dan betina.

Androlog: kemandulan; ahli tentang kejantanan

Andrologi: ilmu tentang kemandulan dan kejantanan

Androsentrisme: Adalah teori-teori dan praktik-praktik berdasarkan hidup dan pengalaman laki-laki sebagai standard tentang apa yang dianggap normal bagi perempuan dan laki dalam suatu masyarakat tertentu.