Jumat, 06 Januari 2012

Alat Analisis Moser

Alat Analisis Moser

Latar Belakang dan Konsep dasar:
  • Dikembangkan oleh Caroline Moser pada tahun 1980an dari Development Planning Unit, University of London.
  • Pembangunan tidak adil dari perspektif gender, kelas dan kelompok etnis.
  • Perempuan dari kelompok pekerja miskin (umumnya berasal dari kelompok etnis tertentu) memikul 3 peran (manajemen produksi, reproduksi dan masyarakat).
  • Menyodorkan konsep kebutuhan praktis dan strategis.
  • Bertujuan untuk meningkatkan akses dan kontrol untuk sumberdaya material (tangible) melalui organisasi masyarakat.
  • Menitikberatkan pemberdayaan perempuan sebagai suatu proses pengorganisasian perempuan dan yang secara ketat membutuhkan konsep yang lebih tegas antara gender, kuasa dan negara.
  • Rumah tangga dan masyarakat sebagai ruang lingkup institusional


Komponen Utama Alat Analisis Moser
  • Tiga peran gender
  • Kebutuhan praktis dan strategis
  • Kategori pendekatan kebijakan yang WID dan GAD (kebijakan matriks)

1. Alat analisis I: Tiga Peran Gender
Alat analisis ini memetakan pembagian kerja berdasarkan gender dengan mempertanyakan: siapa (L/P) mengerjakan apa? Moser mengidentifikasikan 3 peran perempuan terutama perempuan yang berpenghasilan rendah dalam 3 peran, yaitu sebagaimana yang terlihat dalam matriks:


SIAPA (L/P) MENGERJAKAN APA?
Peran Kerja Reproduktif
Peran Kerja Produktif
Peran Kerja Komunitas
 (termasuk pelayanan sosial)
  • Pemeliharaan rumah tangga dan anggotanya, termasuk melahirkan dan pengasuhan anak, pemeliharaan kesehatan keluarga (anak, orangtua, orang cacat, dll).
  • Pekerjaan ruma-tangga seperti: memasak, menyediakan makanan, menyediakan air dan bahan bakar (kayu, minyak tanah, gas, dll), berbelanja, pemeliharaan (membersihkan rumah).
  • Disebut juga ”ekonomi pengasuhan” (care economy, Diane Elson), tidak dipertimbangkan dalam analisa ekonomi.
  • Pekerjaan di luar rumah yang biasanya dibayar seperti produksi barang, jasa dan perdagangan.
  • Lebih dihargai dibandingkan pekerjan reproduktif.
  • Fungsi, tanggungjawab dan upah laki-laki dan perempuan seringkali berbeda.
  • §       Perempuan seringkali kurang dilihat dan dinilai dibandingkan laki-laki.
  • Perayaan-petrayaan dan upacara-upacara (agama, budaya)
  • Kegiatan politik lokal.
  • Tidak dipertimbangkan dalam analisa ekonomi.
Kerja komunitas terbagi dua:
1. Kegiatan Pengelolaan Komunitas
  • Peran perempuan adalah perpanjangan tangan dari pekerjaan reproduktif di tingkat komunitas. Mis. memasak dalam pesta/selamatan tetangga.
  • Pekerjaan sukarela yang tidak dibayar.
2. Kegiatan Politik Komunitas
  • Secara umum dijalankan oleh laki-laki, yang berkaitan dengan organisasi politik formal, sering dalam kerangka politik nasional.
  • Umumnya dibayar
  • Bermanfaat secara tidak langsung, berkaitan dengan peningkataan status/ kekuasaan
  

2. Alat Analisis II: Penilaian Kebutuhan Gender (gender needs assessment)
Pertanyaan kunci: apa kebutuhan praktis gender dan kebutuhan strategis gender yang yang dibutuhkan oleh perempuan/laki-laki? Apakah  suatu program intervensi menjawab kebutuhan praktis dan strategis gender?
Dua tipe kebutuhan gender:

Kebutuhan praktis gender
Kebutuhan strategis gender
  • Merespon kebutuhan yang bersifat langsung , cepat dalam konteks yang khusus dan jangka pendek
  • Tidak mempersoalkan perubahan relasi kuasa dan posisi perempuan yang timpang
  • Melestarikan peran kerja reproduksi perempuan.
  • Untuk menjawab kondisi kehidupan yang terbatas menjadi lebih baik seperti: penyediaan air bersih, peningkatan pendapatan dalam rumah tangga, pemberian makanan untuk ibu hamil, pemberian kebutuhan khusus perempuan di pengungsian: pakaian dalam, pembalut, etc., penambahan jumlah wc khusus perempuan di tempat umum, dll.
  • Kebutuhan yang memungkinkan perempuan mentransformasikan ketidakseimbangan kekuasaan anara perempuan dan laki-laki.
  • Merespon kebutuhan yang bersifat jangka panjang dalam upaya perubahan pembagian kerja gender yang lebih setara, kekuasaan dan kontrol, termasuk masalah-masalah yang berhubungan dengan hak-hak hukum, kekerasan domestik, kesetaraan upah dan kontrol perempuan atas dirinya sendiri;
  • Bisa menyebabkan konflik, resistensi dari mereka yang menikmati hubungan relasi kuasa yang ada, bisa juga terjadi proses negosiasi dan kerjasama.


3. Alat Analisis III: Pemilahan Kontrol Atas Sumberdaya Dengan Pengambilan Keputusan Dalam Rumah Tangga
Untuk mendapat data kita perlu mengajukan pertanyaan:
  • Siapa yang mempunyai kontrol atas sumberdaya ?
  • Apa saja sumberdaya yang dikontrol
  • Siapa yang mengambil keputusan?
  • Bagaimana cara pengambilan keputusannya?

4. Alat analisis IV: Perencanaan untuk Menyeimbangkan Tiga Peran Gender
  • Perlu memeriksa apakah sebuah program yang dilaksanakan akan meningkatkan beban kerja dari salah satu peran gender dan merugikan peran gender yang lain. Tujuannya untuk menghindari penambahan beban kerja atau untuk mengetahui  bagaimana perempuan membuat keseimbangan terhadap ketiga perannya yaitu peran reproduktif, produktif dan komunitas.

5. Alat analisis V: Memahami Perbedaan Tujuan Berbagai Intervensi: Matriks Kebijakan WID / GAD
  • Alat untuk evaluasi atas pendekatan yang digunakan dalam suatu program atau perencanaan sehingga dapat membantu kita untuk mengantisipasi kelemahan, hambatan dan kesulitan yang mungkin timbul.
  • Berguna untuk mempersiapkan pendekatan yang paling sesuai untuk kerja/program mendatang.
  • Moser memberikan lima (5) tipe pendekatan kebijakan. Ke-5 tipe ini bukanlah sesuatu yang dibaca secara kronologis, karena dalam praktiknya bisa muncuk bersamaan atau secara berkesinambungan. Kelima tipe ini bisa dilihat alam matriks berikut:

Tipe Pedekatan Kebijakan Gender

Keterangan
Kesejahteraan
(Welfare)

  • Pendekatan yang muncul pada tahun 1950-70an, namun masih populer sampai saat ini.
  • Melihat peran reproduksi perempuan saja.
  • Memenuhi kebutuhan praktis perempuan
  • Perempuan sebagai penerima manfaat intervensi pembangunan yang pasif.
  • Top-down dan tidak memperthitungkan pembagian kerja seksual dan status sub-ordinasi perempuan.
Kesamaan
(Equity)

  • Pendekatan Wome in Development (WID) atau perempuan dalam pembangunan, dikembangkan 1976-1985.
  • Mengakui perempuan sebagai peserta aktif pembangunan dan 3 peran gender perempuan.
  • Mempromosikan kesetaraan bagi perempuan dan memenuhi kebutuhan strategis gender melalui intervensi negara. Caranya dengan memberikan otonomi perempuan di sektor politik dan ekonomi serta mengurangi ketidaksetaraan nereka dengan laki-laki.
  • Dianggap dipengaruhi oleh cara berpikir Feminis Barat dan dipandang mengancam laki-laki.
  • Tidak populer pada banyak pemerintahan.
Anti kemiskinan
(Anti poverty)

  • Lebih kurang radikal dari pendekatan kesamaan WID, muncul setelah tahun 1970an.
  • Berdasarkan argumen bahwa perempuan seringkali tidak terwakili dalam fakta mengenai orang miskin.
  • Bertujuan agar perempuan bisa keluar dari kemiskinan dengan meningkatkan produktivitas mereka.
  • Kemisikinan perempuan dlihat sebagai problem dari keterbelakangan bukan karena tersubordinasi.
  • Mengakui peran produktif perempuan dan berupaya untuk menjawab kebutuhan praktis gender misalnya melalui program income generatin (peningkatan pendapatan).
  • Sangat populer di kalangan LSM.
Efisiensi
(Efficiency)

  • Adaptasi dari pendekatan Kesamaan WID sejak muncul krisis hutang pada era 80-an.
  •   Membuat pembangunan lebih efektif dan efisien melalui pengakuan kontribusi ekonomi perempuan
  • Berupaya memenuhi kebutuhan praktis dan mengakui 3 peran gender perempuan
  • Kerap berasumsi bahwa waktu kerja perempuan fleksibel dan perempuan diharapkan untuk mengurangi waktu kerja reproduktif dan sosialnya dan memperpanjang waktu kerja produktif..
  • Sering salah mengasosiasikan ”partisipasi perempuan” dengan meningkatkan kesamaan gender dan kemampuan perempuan mengambil keputusan.
  • Pendekatan yang masih sangat populer dipakai.
Pemberdayaan
(Empowerment)

  • Pendekatan yang terbaru, diartikulasikan oleh perempuan dunia ke-3 (negara berkembang spt di Asia)
  • Bertujuan untuk memberdayakan perempuan dengan mendukung inisiatif mereka sendiri sehingga menghasilkan kemandirian.
  • Subordinasi perempuan tidak hanya dilihat sebagai akibat penindasan laki-laki, tetapi juga sebagai akibat penindasan kolonial dan neo-kolonial.
  • Mengakui berbagai pengalaman perempuan yang bervariasi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kelas, ras, usia, dst dan intervensi harus memperhatikan berbagai aspek penidnasan perempuan.
  • Mengakui ketiga peran gender perempuan dan berupaya menjawab kebutuhan strategis gender melalui mobilisasi perempuan misalnya mengorganisasikan kelompok perempuan untuk membuat permintaan untuk pemenuhan kebutuhan praktis gender.

6. Alat Analisis 6: Melibatkan perempuan, organisasi yang peduli dengan perspektif gender dan para perencana dalam perencanaan
  •  Kerangka analisis ini mengajak penggunanya untuk memikirkan pentingnya melibatkan perempuan, organisasi yang sadar gender dan perencana gender dalam perencanaan. Ini penting untuk menjamin bahwa kebutuhan paraktis dan strategis gender sudah diidentifikasikan dan diintegrasikan ke dalam proses perencanaan. Mereka yang terlibat ini tidak hanya dilibatkan dalam proses analisa, tetapo juga ketika menetapkan sasaran inbtervensi dan cara intervensinya.



Sources:
  1. March, Candida; Ines Smyth and Maitrayee Mukhopadyay, 2003, A Guide to gender-Analysis Framework, Oxfam
  2. Nurdin, E., Sita Aripurnami, Siti Nurwati Hodijah, 2005, Modul Pelatihan Analisa Gender dan Anggaran Berkeadilan Gender, Women Research Institute.
  3. Truong, TD, Gender Planning: Is There A Tradition? Or Are There Evolving Perspectives That Could Be Woven Together; No year and unpublished paper.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar