Jumat, 06 Januari 2012

Iklan (Advertising)

Penguatan rekonstruksi peran domestik perempuan
Periklanan adalah proses dan industri dalam upaya menjual suatu produk ke masyarakat dengan cara mengkonstruksi citra dan idelogi pada produk konsumtif tersebut. 




Iklan umumnya didisain sarat dengan pencitraan yang umumnya dalam disain produknya diasosiasikan dengan perasaan senang yang berasal dari fantasi-fantasi atau ketakutan-ketakutan tertentu.  

Iklan juga dapat didefinisikan sebagai suatu komunikasi media massa yang dibayar yang juga merupakan cara untuk mengatur dan mengontrol pasar konsumen  setidaknya untuk harganya. Karena itu, tidak bisa dipungkiri bahwa peran para pembuat iklan sangat besar dalam memanipulasi fantasi dan ketakutan serta memanfaatkan identitas gender laki-laki dan perempuan untuk menjual produk mereka (Craig, 1997).
 

Periklanan mendapat kritikan terutama dalam teori-teori Feminis yang menilai periklanan di Barat sangat bersifat seksis, homopobis, ageis, dan rasis. Berikut ini beberapa kritikan dari beberapa aliran feminis berkaitan dengan periklanan.
  1. Feminisme Marxis dan Sosialis mengkritik bahwa iklan telah memanipulasi serta membentuk citra perempuan pasca perang di Amerika Serikat lebih sebagai konsumen daripada sebagai pekerja yang aktif (Betty Freidan, 1963). Ada juga yang melihat lebih daripada itu yakni bahwa iklan telah mengaburkan relasi sosial kelas dan gender dengan identifikasi yang dibentuk dari konsumsi bukan produksi; iklan juga telah mengaburkan sejarah dengan membangun makna semu mengenai apa yang sedang terjadi (Barrett 1970).
    Rekonstruksi citra superioritas laki-laki  dan inferioritas perempuan
  2. Feminis Radikal secara khusus menaruh perhatian pada penanda konservatif dalam relasi isu-anak dan keluarga dalam iklan yang memperkuat gagasan-gagasan patriarkhis mengenai keluarga inti (nuclear family) (Daly, 1998).
  3. Feminis Psikoanalisis mengkritisi periklanan yang merepresentasikan perempuan sebagai obyek yang terpecah dan memperdagangkan keinginan perempuan akan koherensi dengan menawarkan kepada perempuan suatu kesatuan artifisial melalui konsumsi produk (Williamson, 1978).
Menurut Humm, iklan merupakan bukti yang paling nyata bagi  perempuan umumnya dan paling konstan mengenai mitologi seksis dan sosial serta ideologi patriarkhis.


Menurut catatan Jones (1991) tentang analisis periklanan yang dilakukan oleh Goffman (1976) sejumlah contoh iklan yang stereotipe gender antara lain:

  1. peringkat fungsional - kecenderungan menggambarkan laki-laki sebagai pria eksekutif dan mempunyai peran yang lebih tinggi tingkatannya ketika ditampilkan bersama perempuan;
  2. ukuran yang relatif -  kecenderungan menggambarkan laki-laki lebih tinggi dan lebih besar dari perempuan kecuali jika posisi perempuan lebih unggul atau status sosialnya lebih tinggi dari laki-laki;
  3. ritualisasi sub-ordinasi - secara berlebihan menggambarkan perempuan berbaring di lantai atau tempat tidur sebagai objek serangan laki-laki;
  4. sentuhan feminin - kecenderungan menampilkan posisi perempuan yang sedang memelukdan membelai permukaan objek dengan jari-jari mereka;
  5. keluarga - kecenderungan menggambarkan peran ayah yang jauh secara fisik dari keluarga atau yang dekat dengan anak laki-laki, sementara ibu cenderung digambarkan lebih dekat dengan anak perempuan.
Studi lain yang dilakukan oleh Craig (1997) mempertegas studi dari Goffman. Menurut Craig, umumnya laki-laki digambarkan lebih otonom daripada perempuan, dimana laki-laki digambarkan mempunyai banyak pekerjaan dan profesi dibandingkan dengan perempuan yang umumnya digambarkan sebagai ibu dan ibu rumah tangga. Iklan-iklan bagi laki-laki umumnya berkaitan dengan minuman alkohol atau minuman bertenaga, kendaraan dan produk-produk bisnis, sementara perempuan dalam iklan umumnya digambarkan dengan produk-produk barang domestik. Domain laki-laki lebih berkaitan ndengan aktivitas di luar rumah (out door activities) sementara domain perempuan pebih banyak digambarkan seputar aktifitas yang berkaitan dengan urusan rumah tangga. 


Konteks studi ini tidak berbeda dengan di Indonesia. Iklan minuman bertenaga seperti Extra Joss lebih banyak menampilkan laki-laki berotot dalam iklannya. Sementara iklan yang merepresentasikan perempuan dan urusan domestik terlihat misalnya dalam iklan larutan pembersih toilet Harpic. 


Gambar 2

Gambar 1
Iklan dengan produk yang sama dengan tujuan pembeli yang berbeda di atas kertas kelihatannya tidak berbeda namun mempunyai perbedaan yang sangat signifikan.  Pesan-pesan dalam iklan dibuat supaya cocok dengan keyakinan dan nilai dari audiens sasarannya supaya semakin meyakinkan. Menurut Craig, dalam iklan, asosiasi-asosiasi dibuat dengan memakai pengalaman untuk mencari kesenangan (pleasure), dengan menekankan dalam masyarakat yang patriarkhis, kebutuhan pleasure laki-laki dan perempuan itu berbeda. Contohnya, dalam iklan parfum Davidoff Water yang diproduk secara berbeda bagi laki-laki dan perempuan. Dalam iklan tersebut, pembuat iklan mengatur gambaran gender dalam iklan komersil mereka supaya cocok dengan ekspektasi dan fantasi dari audiens yang menjadi sasarannya. 

Gambar 1 menunjukkan seorang model perempuan yang penuh percaya diri serta atraktif dalam keadaan tengkurap (posisi rendah) dengan pandangan yang menantang ke pembaca/audiens. Posisi ini mengingatkan kita tentang posisi "ritualisasi subordinasi". Gambar 2 menunjukkan seorang model laki-laki dengan tampilan fisik yang tegap, dengan pandangan mata yang tajam berjalan ke arah tujuan tertentu dengan sangat percaya diri. Kelihatannya dia baru keluar dari dalam air atau baru selesai berenang. Pembedaan botol juga menarik untuk dianalisis. Botol perempuan menunjukkan tipikal botol stereotipe tentang gender akan perempuan yang "vulnerable" sementara botol laki-laki merepresentasikan fisik laki-laki yang kuat.


Pesannya jelas kepada audiesnya bahwa kaum perempuan, produk ini akan membuat anda nampak segar dan merasa segar, santai dan percaya diri. Anda membutuhkan parfum ini sehingga anda selalu nampak segar, merasa seksi, menarik perhatian  serta membuat anda merasa lebih percaya diri. Iklan ini memanfaatkan ideologi ketidakpercayaan diri karena memperlihatkan tubuhnya sehingga produk ini akan menolong meningkatkan rasa percaya diri dari mereka yang introvert dengan tubuhnya. Bagi laki-laki, pesan iklan ini tidak hanya membuat anda benar-benar seperti laki-laki sejati yang merasa santai dan penuh percaya diri, tetapi memberikan anda energi untuk siap melakukan sesuatu. 

Iklan untuk mencapai tujuannya, kelemahan gender dipakai dengan menawarkan konsep ekspektasi gender laki-laki dan perempuan melalui produk yang dijual.



Sumber: 
  • Maggie Humm, Ensiklopedia Feminisme, 2002;  
  • Jones, M. (1991). Gender stereotyping in advertisements. Teaching of Psychology
  • Craig, S. (Ed). (1997). Men, Masculinity and the Media. California: Sage Publications, Inc



Tidak ada komentar:

Posting Komentar