Senin, 16 Agustus 2010

Perencanaan Gender

Perencanaan Gender (gender planning)
Adalah proses dan prosedur teknis dan politis yang dibutuhkan untuk melaksanakan kebijakan dan praktik yang sensitive gender. Tujuan dari perencanaan gender adalah untuk menjamin hasil kebijakan yang sensitif gender lewat proses yang sistimatik dan inklusif. Jika kebijakan gender memiliki tujua yang transformatif, maka perencanaan gender sebagai sebuah proses yang penting sebagai sesuatu yang politis termasuk konsultasi dengan dan partisipasi dari berbagai pemangku kebijakan (stakeholders). Ada berbagai kerangka perencanaan gender berdasarkan pendekatan yang berbeda untuk analisis gender, dimana masing-masing mempunyai prinsip dab alat analisis tersendiri. Misalnya, Caroline Moser (1993) mengembangkan sebuah kerangka perencanaan gender yang terdirti dari alat perencanaan gender, prosedur perencanaan gender, dan komponen praktik perencanaan gender. Alat perencanaan gender meliputi: identifikasi peran gender, penjajakan kebutuhan gender, dan pengumpulan data terpilah pada tingkat rumah tangga. Prosedur perencanaan gender mencakup diagnosa persoalan
gender, pembuatan tujuan-tujuan gender, prosedur untuk pengawasan dan evaluasi, konsultasi yang berbasis gender dan partisiasi, dan identifikasi stategi awal. Aspek terakhir yaitu praktek, bertugas untuk mengidentifikasi kebutuhan untuk melembagakan perencanaan gender, dan untuk mengoperasionalisasikannya melalui prosedur yang diakui. Membangun kapasitas diantara para perencana penting untuk menjamin agar kebijakan ditransformasikan ke dalam praktik dengan sedikit intensitas. Pendekatan Relasi Sosial berbeda dalam fokusnya pada kekuasaan dalam relasi gender  (Lihat Analsis Gender). Pendekatan ini menggunakan alat analisis kelembagaan untuk analisis tentang ketidaksetaraan gender sebagai sebuah alat untuk perencanaan yang senisitif gender. Alat ini mengakui bahwa cara bagaimana kebutuhan terpenuhi sama pentingnya dengan tujuan yang direncanakan dari setiap intervensi. Proses perencanaan dipandang sebagai keterlibatan dan dibentuk melalui seuatu analisis dan evaluasi tentang penyebab, akibat, cara dan tujuan. Ke-tujuh poin Audit Gender untuk intervensi pembangunan membantu kerangka ini. (Kabeer and Subrahmanian, 1996).
Pada saat yang sama semakin banyak kebijakan yang transformatif gender dibuat dengan memberikan perhatian secara khusus pada ’perlakuan yang menyimpang” dari kebijakan-kebijakan, seperti misalnya kecenderungan untuk melepaskan implementasinya dari tujuan-tujuan transformatif dengan hasil yang gagal untuk mengubah relasi-relasi gender yang ada. Diakui bahwa pendekatan Gender dan Pembangunan ditantang dengan resistensi dan p-erlawanan dari dalam baik oleh organisasi-organisasi pelaksana dan masyarakat sasaran. Karena itu perencanaan gender perlu menjadi bagian dari pengarusutamaan gender yang sedang berjalan dengan didukung oleh sumber-sumber daya yang cukup, komitmen dan otoritas. Prosedur-prosedur perencanaan gender perlu memasukkan partisipasi para stakeholder dan aturan-aturan yang jelas tentang akuntabilitas. Pada tingkat proyek, berbagai alat perencanaan dipakai untuk mengoprasionalisasikan kebijakan gender, termasuk ceklist dan panduan umum dan khusus. Analisis Logical Framework (Logframe) adalah satu contoh alat perencanaan yang jika digunakan dengan dengan menggunakan perspektif gender dapat membantu  untuk menjamin akuntabilitas, partisipasi dari para stakeholder dan terlaksananya prosedur-prosedur pengawasan dan evaluasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar